Tuhan kadang mendekati kita dengan
caranya sendiri. Sewaktu gadis aku punya kemarahan yang teramat sangat ke
Ayahku (ayahku seorang ABRI), karena dia tadinya idolaku tetapi akhirnya
mengecewakanku, aku gadis kecilnya yang sangat dekat dengannya, kadang aku
pura-pura tertidur di ruang tamu, agar sekedar merasakan gendongannya
memindahkanku ke kamar.
Kekecewaan
pada ayahku karena telah terambil dari wanita selain ibuku, membuatku ingin
memutuskan semua history mengenainya, semua kenangan yang dulu indah bagiku
hanyalah jejak lampau yang tidak perlu ditengok ke belakang lagi. Aku
menghilangkan fam belakang namaku, aku menolak diantar les maupun diambilin raport
lagi oleh ayahku, aku sengaja menurunkan prestasiku yang saat itu tidak pernah
lewat 3 besar, tapi kubuat menjadi rangking di atas tiga puluh.
Aku sampai
bilang dia tidak boleh hadir di wisudaku dan tidak boleh jadi waliku saat aku
menikah kelak, saya pernah mengusirnya dan mengancam akan pergi dari rumah jika
dia tidak bersedia keluar dan pergi dari rumah, akhirnya ayahku pergi juga,
kemudian kudengan dia sakit. Ibuku saat itu menghadapi dilema, antara anak dan
suami. Kemudian ibuku menyuruhku menjemputnya karena ayahku tidak mau pulang
jika bukan aku yang menjemputnya.
Dengan
pertimbangan perasaan ibukuku, juga aku takut berdosa jika seandainya saat itu
terjadi apa2, aku hanya takut menyesal, tetapi saat itu walau belum tulus
memaafkannya, akhirnya kujemput juga ayahku pulang.
.
Sampai aku masuk ke PT. Telkom yang mengharuskanku mengikuti pelatihan semacam wamil di Pusdikhub Cimahi-pendidikan ABRI selama 3 bulan. Di mana disekitarku kulihat ABRI disiksa, habis makan disuruh guling-guling, sampai muntah2, ada yang sampai diinjak kepalanya. Walau kami juga mengalaminya tetapi tetap kami berbeda karena institusi Telkom toh bayar.
.
Sampai aku masuk ke PT. Telkom yang mengharuskanku mengikuti pelatihan semacam wamil di Pusdikhub Cimahi-pendidikan ABRI selama 3 bulan. Di mana disekitarku kulihat ABRI disiksa, habis makan disuruh guling-guling, sampai muntah2, ada yang sampai diinjak kepalanya. Walau kami juga mengalaminya tetapi tetap kami berbeda karena institusi Telkom toh bayar.
Aku seolah melihat dunia ayahku, begitu rupanya cara dia memberi makan ke anak2nya, ternyata dengan mengorbankan nyawanya sendiri, apalagi saat instrukturku cerita saat terjun di Timor-timor pakai parasut, banyak yang mati ditembaki musuh (terutama pasukan gelombang ke-2, untunglah ayahku dikirim pada gelombang-1), saya teringat saat aku kecil Ayahku berangkat untuk berjuang ke Timor-timor juga. Di hatiku berkecamuk, merasa bersyukur Ayahku tidak apa-apa saat di Timor-timor tersebut.
Setiap
kenaikan pangkat, ABRI itu wajib menempuh pendidikan selama beberapa bulan,
mungkin sekitar 6 bulan, sampai dengan akhirnya lulus, mereka banyak berada di
field, outdoor, tentunya dengan situasi perang dan diktatorisme. Dan setahuku
Ayahku sudah 4 kali ke Cimahi, tapi tetap saja pulangnya bawa oleh-oleh baju
baru dari Bandung buat kami.
Akhirnya
pulanglah 1 angkatan (sekitar 200 prajurit), di mana kami 5 cewek Telkom dan 5
cewek Wamil (ada dr & Ir.) diminta menyambutnya, prajurit yang pulang itu
kulitnya sudah hitam banget, bajunya sudah kayak lumpur, penuh semak, wajahnya
teramat letih dan putus asa, mungkin sekitar 6 bulan mereka di field, tidak
mandi, makan cari sendiri ke kebun-kebun rakyat seperti pernah Ayahku
bercerita.
Kami
berbaris menyambutnya, para pejabat Pusdikhub, kami wanita di depan sambil
pegang kalung bunga, dan terdengarlah derap-derap langkah yang berirama, aduh …
saya begitu tidak bisa menahan tangis dan degup di dadaku begitu bergemuruh …,
aku seperti menyambut Ayahku sendiri pulang dari field … dan aku yang langsung
mengalunginya dengan bunga, aku menangis saat itu (mungkin pemuda yang
kukalungi itu bingung ya .., isteri kagak ..pacar kagak .. kok cewek ini
menyambutku dengan air mata?), aku menyesal dengan segala kemarahan yang
kupelihara kepada ayahku, dalam kejelekannya dia tidak pernah menyia-nyiakan
anaknya, kami tetap disekolahin sampai sarjana, tetap diberi makan, selalu mau
berbagi bagiannya.
Oh Tuhan
betapa semua telah Kamu atur dengan indah, slide-sllide kehidupan ayahku
sengaja Kamu tampilkan di depan mataku agar aku menjadi sadar, tiada manusia
yang really sempurna, termasuk ayahKu. Saya berjanji sampai dengan sekarang,
apapun itu kesalahannya akan selalu tersedia maaf buatnya.
0 komentar:
Posting Komentar