Man Jadda Wajada

Siapa Yang Bersungguh-Sungguh Dia Yang Akan Berhasil


Kisah Muallaf
Franck Ribery dikenal sebagai pribadi yang santun, rendah hati, dan rajin melaksanakan shalat lima waktu, di mana pun dan pada kondisi apa pun.
Bagi penggemar sepak bola dunia, tentu sudah tak asing dengan nama Franck Ribery, gelandang serang asal Prancis yang kini bermain di klub raksasa Bundesliga (Jerman), Bayern Muenchen.
 
Begitu juga, dengan mantan pemain terbaik dunia asal Prancis, Zinedine Zidane, Nicholas Anelka (Chelsea/Prancis), Frederik Kanoute (Sevilla/Mali), Khalid Bouhlahrouz (Sevilla), Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan/Swedia), Eric Abidal (Barcelona/Prancis), Kolo Toure (Chelsea), dan Yaya Toure (Barcelona). Mereka adalah pemain sepak bola yang beragama Islam dan menjadi andalan klub maupun negaranya masing-masing.
 
Berbeda dengan pesepakbola Muslim lainnya, yang lebih dulu memeluk Islam, Franck Ribery justru memeluk Islam setelah bermain di klub asal Turki, Galatasaray, pada 2005. 
 
Secara singkat, Ribery mengatakan, dia memilih ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini karena menemukan kedamaian dalam Islam.
 
Baginya, Islam adalah sumber kekuatan dan keselamatan. “Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan di luar lapangan sepak bola. Saya mengalami kehidupan yang cukup keras dan saya harus menemukan sesuatu yang membawa saya pada keselamatan dan saya menemukan Islam,” kata Ribery.

BERDOA

Kisah Muallaf
 
Pesepakbola bermata biru yang memperkuat tim Prancis itu memulai karier sepak bolanya, dengan bergabung dengan tim Boulogne di tanah kelahirannya. Kemudian, ia pindah ke tim Ales, Brest and FC Metz.

Kepindahannya ke Olympique Marseille membawanya ke posisi pertama bintang sepak bola Prancis paling populer pada bulan Agustus, Oktober, dan November 2005. Ribery terpilih untuk memperkuat tim Prancis pada Piala Dunia FIFA tahun 2006 yang digelar di Jerman.

Pada 2006 itulah, jati diri Ribery yang telah menjadi muallaf dan memeluk agama Islam terkuak dan menjadi pemberitaan di tengah pertandingan pembukaan antara tim Prancis melawan tim Swiss saat acara Piala Dunia 2006.

Ketika itu, Ribery tersorot publik tengah menengadahkan tangan sebelum pertandingan dimulai. Ribery tengah berdoa, seperti yang dilakukan seorang Muslim. Saat itulah, banyak orang terkaget-kaget dengan sikapnya. Namun, berkat kecemerlangannya dalam bermain bola, publik pun tak menghiraukan perilaku dan kebiasaan Ribery.

Namun, rutinitas berdoa sebelum pertandingan itu akhirnya terkuak juga. Dan, Ribery mengaku sebagai penganut Islam. Ia menemukan kedamaian dalam agama Islam dan menjadi spiritnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, tak terkecuali saat bermain bola.

Kabar Ribery masuk Islam, menyeruak sejak awal tahun 2006. Kabar itu mula-mula dilansir L’Express. Majalah ini menyebut adanya pemain nasional Prancis yang secara teratur beribadah di masjid di selatan Marseille. Mingguan itu tidak menyebut nama secara eksplisit, namun yang dimaksud adalah Ribery.

Kendati aksi berdoanya di lapangan hijau telah menarik perhatian publik Prancis, Ribery tetap enggan mengemukakan keyakinan barunya itu secara terbuka. Gelandang kanan klub Olympique Marseille ini mengatakan, keimanan barunya adalah perkara pribadi, tak perlu publikasi.

Alhasil, sejumlah spekulasi pun bermunculan. Ada yang menyebut perubahan itu terjadi sejak Ribery bermain bersama klub Galatasaray pada 2005. Ia membantu klub raksasa Turki tersebut memenangi Piala Turki pada tahun 2005. Semasa menetap di Turki, pemain kelahiran Boulogne-sur-Mer, Prancis, 7 April 1983, ini dikabarkan kerap berbaur dan berdiskusi dengan komunitas Muslim di sana.

Ada pula yang menyebut istri Ribery, Wahiba Belhami, yang asli Maroko itu memainkan peran penting terhadap perubahan Ribery. Ribery memang setahun tinggal di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu. Di sana, Ribery berkenalan dengan Wahiba yang kemudian ia peristri. Konon Wahiba berperan besar menuntun Ribery mengenal ajaran

.Dari pernikahan tersebut, Wahiba memberinya dua anak, Hizsya dan Shahinez.
Kedua versi itu tak pernah dibantah atau dibenarkan oleh Ribery. Namun, kepada majalah Paris Match, ia mengungkapkan, Islam telah membawanya pada keselamatan.

Islam juga yang menjadi sumber kekuatan saya di dalam maupun di luar lapangan,” ujar Ribery kepada majalah Match tanpa menjelaskan sejak kapan memeluk Islam. Ia menambahkan, “Saya menjalani karier yang berat. Saya kemudian berketetapan hati untuk menemukan kedamaian. Akhirnya, saya menemukan Islam.”
Tak pernah tinggalkan shalat
Keimanan dan kepribadian Ribery sebagai seorang Muslim tampaknya tak perlu diragukan. Di tengah padatnya jadwal pertandingan, bapak dua anak ini tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai Muslim. Ia senantiasa melaksanakan shalat lima waktu, di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Baginya, shalat merupakan tiang agama yang harus ditegakkan.

Selain rajin melaksanakan shalat, Ribery juga dikenal sebagai pribadi yang santun dan rendah hati. Islam benar-benar telah mengubah perangainya yang keras dan arogan menjadi seorang pribadi yang santun.
Sifat dan akhlaknya ini tak heran membuat kagum rekan-rekannya di timnas Prancis, FC Bayern Muenchen (tempat ia bermain bola saat ini), maupun kerabatnya.


Steve Bradore dari Organisasi Syuhada, yang melayani para muallaf Prancis, telah mengatakan bahwa muslim Prancis merasa bangga sekali dengan Ribery. “Dia adalah sumber kebanggaan kami karena penampilannya yang khas dan kerendahatiannya,” kata Steve, seperti dikutip dari situs Islamonline.net.
Saat ini, Ribery membela klub sepak bola Jerman, FC Bayern Muenchen. Di Bayern Muenchen, ia menempati posisi sebagai pemain gelandang. Kontrak Ribery bersama ‘FC Hollywood’–julukan Bayern Muenchen–akan berakhir pada 2011.

Ribery termasuk pesepakbola sukses. Di usianya yang baru 26 tahun, dia sudah mengoleksi berbagai gelar. Antara lain, satu gelar Fortis Piala Turki bersama Galatasaray di musim 2004/2005, Piala Intertoto bersama Olympique Marseille di tahun 2005, Piala Liga Jerman bersama Bayern Muenchen di tahun 2007, Piala Jerman dan Bundesliga Jerman di tahun 2008. Selain itu, penghargaan Pemain Terbaik Prancis di tahun 2007 dan 2008, juga pesepak bola Jerman terbaik di tahun 2008.

Franck Ribery yang lahir di Boulogne-sur-Mer, Perancis, 7 April 1983 memiliki tinggi badan 175 cm. Sebelum bermain di FC Bayern Muenchen, Jerman, pemain yang beroperasi sebagai gelandang serang ini berkarir di klub US Boulogne (2001-2002), Olympique Ales (2002-2003), Sta

de Brestois 29 (2003-2004), FC Metz (2004), Galatasaray (2005), dan Olympique Marseille (2005-2007).

Raja Bavaria
Di lapangan, ia hebat. Dalam kehidupan sosial, ia berkepribadian hangat. Sebagai individu, ia pun rajin salat. Franck Ribery adalah figur kesayangan publik Allianz Arena saat ini. Bayern Munich selalu dihuni pemain berlabel bintang, tapi yang paling menonjol tergantung waktu dan kesempatan. Duet striker Miroslav Klose dan Luca Toni boleh menyita perhatian lewat produktivitas golnya, tapi Ribery amat menonjol dalam hal kreasi permainan di lapangan tengah.

Tidak salah Bayern memecahkan rekor transfernya untuk memboyong pria berusia 26 tahun itu. Faktanya, dalam tujuh bulan sejak bergabung dengan Bayern Muenchen, Ribery sudah berhasil menancapkan pengaruhnya, baik di klubnya maupun Bundesliga. Pemain seharga 26 juta euro makin disenangi orang karena pembawaannya yang menyenangkan dan sikapnya selalu profesional.

Di saat cuaca dingin bulan Februari masih mengakrabi Munich dan ia tengah berkutat dengan cedera kaki, Ribery tidak malas untuk tetap menghangatkan tubuhnya dengan muncul di kamp latihan.

Ia juga tak pernah menolak fans yang menginginkan tanda tangannya ataupun berfoto bersama, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Dan, itu senantiasa ia lakukan dengan senyum mengembang di bibirnya.
“Mereka mungkin tak pernah melihat seorang pemain, seperti saya yang senang tertawa dan biasa berkelakar,” seloroh Ribery. “Saya ini orang yang sederhana dan simpel saja.”

Di koridor berbagai fasilitas kamp latihan Bayern, lelaki Prancis ini selalu menyapa orang-orang. “Saya ingin menjadi teman (siapa pun),” ujarnya sambil tersenyum, seperti dikutip AFP. “Dua menit untuk berfoto dan memberi tanda tangan buat fans amatlah penting karena buat mereka hal-hal ini sangat berarti.”

Senyum, tawa, dan sikap yang ramah untuk sementara menjadi “andalan” Ribery dalam berkomunikasi dengan penggemarnya, sebelum ia bisa menyempurnakannya dengan bahasa Jerman. Ia masih belum fasih, tapi setiap minggu rajin mengikuti kursus.

Ribery juga merasa bersyukur dirinya telah berhasil dalam kariernya, mengingat di masa kecil ia harus menjalani kehidupan yang sulit bersama keluarganya di daerah Boulogne-sur-Mer.

Namun, ia pun menyadari kesuksesan bukanlah sesuatu yang abadi. Roda nasib dalam kehidupan selalu berputar. “Atas semua yang telah saya alami, saya menyikapinya dengan tenang, tapi saya pun sadar pada semua nasib yang saya miliki.”

Yang jelas, Ribery telah menjadi sosok istimewa buat warga Munich. Jangan heran kalau di depan Theatinerkirche, yang ada di pusat kota tersebut, terpampang billboard raksasa bergambarkan Ribery memakai jubah raja, disertai tulisan “Bayern Hat Wieder Einen Konig” alias “Bavaria punya raja lagi”. Bavaria adalah julukan lain dari Bayern Muenchen selain FC Hollywood.

Lelaki yang di wajahnya ada bekas luka karena kecelakaan mobil yang dialaminya waktu kecil itu, sudah dianggap sangat penting untuk FC Hollywood. Di sebuah surat kabar, ada sebuah komentar berbunyi: “Bayern Munich tanpa Ribery seperti sekelompok anak-anak tanpa ibu.”

http://www.kisahmuallaf.com/franck-ribery-islam-sumber-kekuatan-saya/

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Berlangganan

Enter your email address:

animasi bergerak naruto

Assalamu'alaikum....

"Tetaplah Rendah Hati Meski Diberi Kelebihan , Karena Cahaya Ilmu Takkan Hadir Direlung Hati Yang Angkuh"


Artikel Pilihan

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers


SILAHKAN COPY PASTE


Anda DIPERBOLEHKAN KOPI PASTE Semua Artikel atau Tulisan yang Ada disini

Syaratnya satu: Cantumkan Link Blog ini di dalam Artikel yang Anda KOPI PASTE!!

Arsip

Info Pengunjung Hari Ini

Kategori

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
free counters