Dulu, aku orang yang bersifat pemarah. Aku tidak bisa meredam
amarahku setiap hari. Ayahku menyadari hal ini.
Untuk
mengurangi rasa amarahku, Ayahku memberikan sekantong paku dan mengatakan
kepadaku agar aku memakukan paku itu ke pagar di belakang rumah tiap kali aku
marah.
Hari pertama
aku bisa memakukan 48 paku ke pagar belakang rumah. Namun secara bertahap
jumlah itu berkurang. Aku menyadari bahwa lebih mudah menahan amarah ketimbang
memaku paku ke pagar. Akihrnya aku bisa menahan dan mengendalikan amarah ku
yang selama ini telah memburuku. Aku memberitakukan hal ini kepada Ayahku.
Ayahku
mengatakan agar aku mencabut satu paku di pagar setiap hari dimana aku tidak
marah. Hari-hari berlalu dan tidak terasa paku-paku yang tertancap tadi telah
aku cabut dan lepaskan semua. Aku memberitahukan hal ini kepada Ayahku bahwa
semua paku telah aku cabut.
Ayah
tersenyum memandangku, dan ia menuntunku ke pagar. Dan berkata “Hmm, kamu telah
berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah
lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti
sebelumnya. “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu meninggalkan
bekas.”
Aku
menyadari hal ini bahwa aku setiap kali marah aku teringat pada orang yang aku
dendam tersebut. Ayah tambah berkata “Seperti lubang ini … di hati orang lain.
Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu … Tetapi
tidak peduli beberapa kali kamu minta
maaf, luka itu akan tetap ada …dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya
dengan luka fisik …”
Terima Kasih
Ayah, kini aku dapat meredam dan mengendalikan amarahku setiap saat dan setiap
waktu.
0 komentar:
Posting Komentar