Dalam khazanah pengetahuan tentang gender terdapat banyak teori
yang berkembang dan dijadikan rujukan dalam menganalisis permasalahan gender.
Teori-teori yang dimaksud adalah nurture, nature, equilibrium, adaptasi awal,
teknik lingkungan, struktural, struktural-fungsional, dan teori konflik
sosial.Teori nurture, nature, dan equilibrium merupakan teori awal tentang
gender. Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan isu
gender, bermunculan teori-teori lain sebagaimana disebutkan di atas. Dalam
modul PJJPUG ini hanya akan diuraikan tiga teori tentang gender.
1. Teori Nurture
Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki
pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran
dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu
tertinggal dan terabaikan
peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orangorang yang konsen
memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung
mengejar “kesamaan” atau fifty-fifty yang kemudian dikenal dengan istilah
kesamaan kuantitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai
karena berbagai hambatan, baik dari nilai
agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham sosial konflik
yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas masyarakat
seperti di tingkatan manajer,
menteri, militer, DPR, partai politik, dan bidang lainnya. Untuk mencapai
tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmatif action) guna memberikan
peluang bagi pemberdayaan perempuan yang kadangkala berakibat timbulnya reaksi negative
dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut.
2. Teori Nature
Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki
adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan
biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis
tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun
laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam
kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), begitu pula
dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandani oleh
dua nakhoda. Talcott Persons dan Bales (1979) berpendapat bahwa keluarga adalah
sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk
saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya
dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara
perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan
dan pengasuhan anak dalam keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural
fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan
dilandasi oleh kesepakatan (komitmen) antara suami-isteri dalam keluarga, atau
antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat.
3. Teori Equilibrium
Disamping kedua aliran tersebut, terdapat pahamkompromistis yang
dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan
dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini
tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya
harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan
gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu)
dan situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis
(jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.
RANGKUMAN
Gender perlu dipersoalkan karena perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Secara umum, adanya gender
telah melahirkan perbedaan peran, tanggungjawab, fungsi, bahkan ruang tempat
manusia beraktivitas. Menurut
teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan
laki-laki pada hakikatnya adalah hasil
konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan
peran dan tugas yang berbeda.
Sedangkan
menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah karena
kodrat yang menyebabkan perbedaan biologis yang memberikan implikasi bahwa
kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Lalu, teori equilibrium
dikenal dengan adanya keseimbangan atau kompromistis yang menekankan pada
konsep kemitraan dan keharmonisan dalam bekerjasama/ hubungan antara perempuan
dan laki-laki. Pada hakikatnya, untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai
potensi yang ada pada diri perempuan dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang
sama dengan laki-laki sebagai sumber daya pembangunan. Namun hingga kini masih dirasakan
ada kesenjangan gender atau bias gender dalam berbagai sektor pembangunan
sehingga posisi dan kondisi kaum perempuan belum setara dengan kaum laki-laki.
0 komentar:
Posting Komentar