Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Kepada-Nya semata kita beribadah dan
kepada-Nya semata kita beristi'anah. Ya Allah kuatkan kami untuk senantiasa berzikir,
bersyukur, dan memperbaiki ibadah kami kepada-Mu.
Shalawat
dan salam semoga terlumpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Shalat
Jum’at merupakan kewajiban yang penting. Ia bagian dari syi’ar Islam yang
sangat diagungkan. Secara khusus Allah menyeru kaum mukminin untuk bersemangat
dan benar-benar memperhatikan ibadah setiap sepekan sekali ini. Allah Ta’ala
berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah:
9)
Dalam
ayat tersebut Allah memerintahkan kaum mukminin berkumpul untuk beribadah
kepada Allah pada hari Jum’at dan benar-benar memperhatikannya. (Lihat Tafsir
Ibnu Katsir)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam sangat marah terhadap orang-orang yang
meremehkan shalat Jum’at. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ
“Hendaknya
suatu kaum merhenti dari meninggalkan shalat jum’at atau Allah akan menutup
hati mereka kemudian menjadi bagian dari orang-orang yang lalai.” (HR.
Muslim dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar)
Dalam
Sunan Abi Dawud dan Nasai, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ
تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Siapa
yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, pasti Allah
menutup mati hatinya.”
Bahkan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkehendak akan membakar rumah-rumah
yang di dalamnya terdapat para lelaki yang meninggalkan shalat Jum’at. Beliau
bersabda,
لَقَدْ
هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ
يَتَخَلَّفُونَ عَنْ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ
“Sungguh
aku berkeinginan menyuruh seseorang untuk shalat mengimami manusia kemudian aku
membakar rumah-rumah para lelaki yang meninggalkan shalat Jum’at.” (HR.
Muslim)
Imam
Nawawi rahimahullaah menjelaskan dalam satu riwayat bahwa shalat yang
dimaksud adalah shalat Isya’, dalam riwayat lain shalat Jum’at, dan dalam
riwayat lainnya shalat secara mutlak. Semuanya shahih dan tidak saling
menafikan. (Lihat: Syarah Muslim oleh Imam Nawawi: 5/153-154)
Hujan
Deras, Bolehkah Tidak Menghadiri Shalat Jum’at?
Di
musim hujan seperti ini, hujan deras sering turun. Tidak terkecuali terjadi
juga pada hari Jum'at saat mendekati pelaksanaan shalat Jum'at. Jika demikian,
adakah udzur dan rukhshah (keringanan) untuk tidak menghadiri shalat
Jum'at?
Dalam
catatan Sirah Nabawiyah tidak ditemukan bahwa Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam meninggalkan shalat Jum’at karena kondisi alam seperti
hujan atau salju. Beliau pernah meninggalkan shalat Jum’at saat bersafar.
Sedangkan meninggalkan shalat Jum’at karena hujan deras, badai, atau musim
salju yang sangat dingin yang membahayakan kaum muslimin dan sangat menyulitkan
untuk pergi ke tempat shalat Jum’at, maka itu dibolehkan.
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berkata kepada Mu’adzinnya di hari yang hujan,
إِذَا
قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى
الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا قَالَ
فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ
أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالدَّحَضِ
“Apabila
engkau mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah (dalam adzan),
jangan engkau ucapkan Hayya 'Alash Shalah (Mari melaksanakan shalat),
tapi ucapkanlah Shalluu fi Buyuutikum (shalatlah di rumah-rumah kalian).
Maka seolah-olah manusia mengingkarinnya. Beliau (Ibnu Abbas) berkata: ”Hal itu
dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (yakni Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam), sesungguhnya shalat Jum’at itu 'azimah (kewajiban yang
harus ditunaikan) dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar, sehingga kalian
berjalan menuju masjid dengan kondisi jalan yang berlumpur dan licin.”
Imam
Nawawi rahimahullaah berkata dalam Syarah Muslim, bahwa dalam hadits ini
terdapat dalil gugurnya kewajiban Jum’at dengan udzur hujan dan semisalnya. Dan
ini adalah pendapat madzhab kami dan pendapat madzhab yang lainnya. Sedangkan
pendapat dari Imam Malik rahimahullaah berbeda dan Allah-lah yang lebih
tahu mana yang benar.
Imam
Nawawi rahimahullaah berkata dalam Syarah Muslim, bahwa dalam hadits ini
terdapat dalil gugurnya kewajiban Jum’at dengan udzur hujan dan semisalnya.
Madzhab
Hambali berpendapat bahwa salju termasuk udzur yang membolehkan untuk
meninggalkan shalat Jum’at dan Jama’ah. Seperti yang disebutkan dalam Kasyf
al-Qana’ (1/495), “Dan diberi udzur meninggalkan shalat Jum’at dan jama’ah . .
. atau terganggu oleh hujan, lumpur, salju, hujan es, atau angin dingin pada
malam yang gelap gulita. Berdasarkan perkataan Ibnu Umar, “Adalah Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam memanggil tukang adzan beliau pada malam yang dingin atau
hujan dalam safar: Shallu fii rihalikum -shalatlah di tempat kalian
masing-masing!- (Muttafaq ‘Alaih). Ibnu Majah meriwayatkan dengan isnad shahih
dan tidak mengatakan: dalam safar. Dan dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
'Anhuma: Bahwa beliau bersabda kepada mu’adzinnya saat malam yang hujan
–Imam Muslim menambahkan: pada hari Jum’at-, . . . . (lalu menyebutkan hadits
yang lalu). Dan salju, es dan kondisi yang sangat dingin termasuk di dalamnya.”
Maka
dari ketetapan di atas, badai pada malam yang gelap juga termasuk udzur, karena
keberadaannya kemungkinan besar diiringi hujan.
Namun
yang perlu dicatat bahwa jika seseorang tetap menghadiri shalat Jum'at dalam
kondisi hujan dengan menggunakan pelindung dari guyuran air hujan, maka itu
yang lebih utama. Khususnya masyarakat kita yang sudah memiliki sarana
pelindung dari guyuran air hujan seperti payung, mantel, atau jas hujan dan
jalanan yang sudah tidak berlumpur sehingga mereka tetap aman berangkat untuk
bekerja dan untuk memenuhi kebutuhan harian mereka, maka mereka lebih layak
untuk mendatangi shalat Jum'at. Namun jika keberadaan salju itu benar-benar
sangat mengganggu dan memberatkan mereka untuk sampai ke masjid, maka ia
menjadi udzur. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar