Kukenal Mbah Sarwi sebagai pedagang sayur di Pasar Minggu.Aku
memang sering berbelanja sayur ke sana, sembari perjalanan pulang dari Jakarta
ke Depok. Usianya mungkin sekitar 65 tahun. Tubuhnya ringkih dibalut kain
kebaya. Memang tampak sederhana karena Mbah Sarwi tidak memiliki perhiasan yang
layak untuk dipamerkan. Kalaupun ada yang berharga, hanyalah sepasang anting
emas di telinganya. Sementaraditangan kirinya terjuntai dua buah gelang karet
berwarna kuning.
Tapi aku
sangat menghormatinya karena Mbah Sarwi adalah guruku: Guru yang membukakan
mataku tentang sisi lain kehidupan, mengajariku tentang arti kepasrahaan kepada
Tuhan juga semangat pantang menyerah. Biasanya aku hanya memberikan uang kepada
Mbah Sarwi, sembari mengatakan rencana sayur yang akan kubuat. Dengan cekatan
beliau memilihkan sayur kepadaku.
Pernah aku
bertanya, apakah Mbah Sarwi tidak merasa takut bersaing dengan supermarket,
hypermarket bahkan pedagang lain yang menjadi saingannya? Beliau hanya menjawab
bahwa rizki kuwi wis ono sing ngatur, ono dino yo ono upo. Pernah sesekali aku
berpandangan negative bahwa mungkin sikap beliau adalah cermin sebuah
keterbelakangan, moral peasant. Menurut Samuel W. Popkin (?), seorang petani
lebih bodoh dari buruh, sehingga dianalogikan bahwa petani akan berteriak
adanya banjir apabila air telah mencapai leher. Dan Mbah sarwipun mungkin baru
akan menyadari kekeliruannya setelah modalnya habis dan bangkrut.
Akan tetapi
sekitar dua tahun aku berlangganan, tidak kutemukan sebuah kemunduran. Bahkan
kini Mbah Sarwi bisa membeli sebuah timbangan. Biasanya beliau meminjam
timbangan dari pedagang sayur disampingnya. Beliau juga berceritera bahwa
beliau habis menjenguk keluarganya di Madiun, karena cucunya dikhitan. Dan
beliau merasa bersyukur karena Tuhan terus memberikan berbagai kebahagiaan di
penghujung usianya.
Jawaban-jawaban
Mbah Sarwi memang membuatku mati langkah. Kepasrahannya kepada Tuhan,
mengalahkan ceramah para agamawan yang kadang harus menetapkan tariff bagi
mereka mengundangnya. Kegigihannya dalam berusaha, mengalahkan kaum pengusaha
yang terbukti hanya bisa menjual lisensi dan praktek monopoli.
Hukum Tuhan
memanglah misteri. Orang yang kita pandang lemah, justru sebenarnya adalah
orang yang kuat. Banyak orang kaya yang justru merasa khawatir tentang hartanya
serta banyak orang berilmu merasa khawatir akan wibawanya.
Lutfi
0 komentar:
Posting Komentar