Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan
para sahabatnya.
Shalat
Jum'at, bagi kaum muslimin, merupakan ibadah yang agung. Kareta waktu dan
tempatnya yang terbatas, juga tata caranya memiliki kekhususan dari pada
shalat-shalat wajib lainnya, sehingga apapun kondisinya mereka meluangkan waktu
untuk mendatangi masjid, tempat diadakannya shalat Jum'at.
Sebagian
orang muslim ada yang menyikapi shalat Jum'at demikian perhatian, namun tidak
pada shalat wajib lainnya. Shalat-shalat lima waktu kurang mendapat perhatian.
Bukan hanya tidak shalat tepat waktu dan berjama'ah, bahkan sering
meninggalkannya. Bagaimana hukum orang yang menjalankan shalat Jum'at tapi
tidak mengerjakan shalat-shalat lima waktu dengan kontinyu?
Syaikh
Khalid Abdullah al-Mun'im al-Rifa'i menjawab masalah ini di islamway.com,
dengan title: Hukmu Man Yushalli al-Jumu'ah Duuna Baaqi al-Shalawat. Berikut
isi dari jawaban beliau:
Pendapat
paling rajah dari perkataan para ulama bahwa orang yang meninggalkan shalat
telah keluar dari Islam (kafir).
Para
ulama yang berpandangan kafirnya orang yang meninggalkan shalat berikhtilaf
tentang jumlah shalat yang meninggalkannya menyebabkan kekafiran, apakah itu
satu shalat, dua shalat atau lebih? Atau menjadi kafir dengan meninggalkan
shalat secara keseluruhan?. Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih berpendapat,
dikafirkan karena meninggalkan satu shalat saja sehingga habis waktunya dan
waktu untuk menjama'nya (maksudnya: shalat yang bisa dijama' dengannya, seperti
Ashar bersama Zuhur, Maghrib dengan Isya'), inilah pendapat yang rajib (kuat),
karena dalil-dali tentang meninggalkan shalat tidak membedakan antara orang
yang meninggalkan dan selainnya.
Syarat
habisnya waktu untuk menjama'nya didasarkan pada hadits Abu Dzar, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadaku,
كَيْفَ
أَنْتَ إِذَا كَانَتْ عَلَيْكَ أُمَرَاءُ يُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا
أَوْ يُمِيتُونَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا قَالَ قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي قَالَ
صَلِّ الصَّلَاةَ لِوَقْتِهَا فَإِنْ أَدْرَكْتَهَا مَعَهُمْ فَصَلِّ فَإِنَّهَا
لَكَ نَافِلَةٌ
"Bagaimana
sikapmu jika pemimpin-pemimpinmu mengakhirkan shalat dari waktunya atau
mengeluarkan pelaksanaan shalat dari waktunya? " Ia menjawab,
"Aku berkata: Apa yang Anda perintahkan kepada-ku?" Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, "Shalatlah pada waktunya, lalu jika engkau
mendapatinya bersama mereka, maka shalatlah, sesungguhnya itu menjadi nafilah
bagimu." (HR. Muslim)
Al-Mardawi
berkata dalam Al-Inshaf, dan perkataannya: Dan jika
meninggalkannya karena meremehkannya, bukan menentannya, maka diseru untuk
mengerjakannya. Jika ia menolak sehingga tinggal sangat sedikit waktu yang
sesudahnya, maka wajib membunuhnya. Inilah madhabnya dan disepakati mayoritas
sahabatnya."
Beliau
berkata dalam al-Furu': Ia telah dipilih oleh mayoritas, al-Zarkasyi berkata:
dan ini adalah yang masyhur."
Imam
Ishaq berkata, "Dan hilang (habis)-nya waktu sampai diakhirkannya Zuhur
hingga terbenamnya matahari, dan Maghrib hingga terbitnya Fajar. Sesungguhnya
dijadikan akhir waktu-waktu shalat apa yang telah kami sifatkan, karena Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam menjama' dua shalat di Arafah dan Muzdalifah, juga dalam
safar. Beliau melaksanakan salah satunya di waktu yang lain. Maka saat Nabi
shalat yang pertama di waktu yang kedua dalam satu kondisi, dan yang kedua pada
waktu yang pertama pada kondisi, maka waktu keduanya menjadi satu waktu dalam
kondisi uzur (ada halangan). Hal ini sebagaimana diperintahkan bagi wanita
haid, apabila telah suci sebelum terbenamnya matahari agar ia shalat Zuhur dan
Ashar. Jika telah suci di penghujung malam, agar mengerjakan shalat Maghrib dan
Isya'."
Dan
dalam Kitab Al-Shalah milik Imam al-Marwazi disebutkan, "Ibnu
al-Mubarak berkata: Siapa yang mengakhirkan satu shalat sehingga habis waktunya
dengan sengaja tanpa ada uzur maka ia telah kafir."
Abu
Muhammad Ibnu Hazm berkata dalam Al-Muhalla, "Sungguh telah
datang keterangan dari Umar, Mu'adz, Adburrahman bin Auf, Abu Hurairah dan
sahabat lainnya, bahwa orang yang meninggalkan shalat fardhu sekali saja dengan
sengaja sehingga habis waktunya, maka ia seorang kafir murtad."
. . . sesungguhnya orang yang menjaga (mengerjakan) shalat Jum'at
saja, maka ia kafir dan murtad. . .
Abu
Umar Abdulbarr: Dan Ibrahim al-Nakha'i, al-Hakam bin Utbah, Ayyub
al-Sakhtiyani, Ibnu al-Mubarak, Ahmad bin Hambal, dan Ishaq bin Rahawaih,
mereka berkata: Siapa meninggalkan satu shalat saja dengan sengaja sehingga
terlewat (habis) waktunya tanpa udzur, dan menolak mengqadha' dan
mengerjakannya serta berkata: Aku tidak shalat; maka ia telah kafir, halal
darah dan hartanya, ahli warisnya yang muslim tidak mewarisi darinya, ia diberi
taubat; jika tidak (mau taubat) ia dibunuh, sedangkan hukum hartanya yang telah
kami sebutkan seperti hukum harta orang murtad. Abu Dawud al-Thayalisi, Abu
Hanifah, dan juga berpendapat dengan ini."
Lihatlah
perkataan-perkataan ulama lainnya dalam kitab Al-Shalah milik
Ibnu al-Qayyim, dan Tharh al-Tatsrib milik Ibnu al-Iraqi.
Dan
pendapat yang kami rajihkan (kuatkan): sesungguhnya orang yang menjaga
(mengerjakan) shalat Jum'at saja, maka ia kafir dan murtad. Pendapat inilah
yang juga dirajihkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah.
Syaikh
Utsaimin berkata, "Laki-laki ini (yang shalat Jum'at saja) saya tidak
meyakini bahwa shalatnya itu ibadah, oleh karenanya ia menjalankan shalat Jum'at
sebagai kebiasaan karena ia mengenakan baju (bagus), berhias, memakai
wewangian, dan pergi (berkendaraan)." (Selesai jawaban)
. . . Laki-laki ini (yang shalat Jum'at saja) saya tidak
meyakini bahwa shalatnya itu ibadah, . . .
(kata Syaikh Utsaimin)
Penutup
Shalat
merupakan ibadah utama dalam Islam sesudah ikrar dua Kalimat Syahadat. Ia amal
pertama yang kan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat. Jika shalatnya
baik maka bisa dipastikan baik pula amal lainnya. Sebaliknya, jika buruk maka
menjadi pertanda buruk amal-amal lainnya. Sehingga selayaknya seorang muslim
memperhatikan dan menjaga urusan shalat, khususnya yang wajib, secara
keseluruhan dan tidak merehkannya walau satu shalat saja. Wallahu a'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar